Selamat Datang, Blog Kecil ini hanya berisi coretan-coretan kecil tentang study saya di Jurusan Perbandinan Agama Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta

Sepintas Pembahsan Kitab Agama Buddha


Apakah agama Buddha itu?
“Ajaran ini dalam, susah dilihat, sukar dipahami, tenang, luhur, tidak dalam ruang lingkup logika, halus, hanya untuk dipahami oleh para bijaksana”.
Ketika Sudarta Gautama wafat setelah kesuksesan dalam menyebarluaskan ajarannya, namun Ia tak meninggalkan catatan tertulis mengenai ajarannya. Maka dari kasus ini para muridnya memelihara dengan menghafal dan meneruskan secara lisan dari generasi ke generasi. Tiga bulan setelah kematian Sidarta Gautama tepatnya pada tahun ke delapan saat kepemimpinan dipimpin oleh raja Ajatasattu, 500 arahat memikirkan pemeliharaan kemurnian ajaran agama Buddha, kemudian mengadakan pertemuan di Rajagaha. Dari hasil itu, Yang Mulia Ananda Thera yang mendapatkan kehormatan mendengarkan ceramah-ceramah dari Sang Buddha sendiri dan Yang Mulia Thera pun yang kemudian ditunjuk untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang Dhamma (ajaran) dan Vinaya (tata tertib).
Ada fase-fase dalam pembentukan sebuah kitab yang nantinya dipakai oleh umat buddha, dari hasil pemikiran-pemikiran para arahat dan jawaban atas yang Mulia Thera;
-          Pasamuan Agung pertama
Pada fase ini terhimpun dan tersusunlah kitab Tipitaka dalam bentuk sekarang ini yang menggambarkan keseluruhan kumpulan ajaran Sang Buddha.
-       Fase kedua dan selanjutnya para arahat lain mengadakan pertemuan berturut-turut setiap 100 tahun dan 236 tahun kemudian mengulang lagi pesan Sang Buddha—karena ada oknum-oknum yang berusaha untuk mengotori kemurnian ajaran.
Tipitaka
Arti kata yang berarti ‘tiga keranjang’. Mereka dalah keranjang tata tertib (Vinaya Pitaka), keranjang ceramah (Sutta Pitaka) dan keranjang ajaran pokok (Abhidamma Pitaka).
Vinaya Pitaka
Kitab ini yang dijadikan pendukung utama Sangha, sejak masa penerangan sempurna Sang Buddha tidak pernah penerapkan aturan-aturan mengenai tata cara hidup umat buddha dan pengawasan Sangha. Semenjak saat itu Sang Buddha menerapkan tata tertib bagi Sangha.
Selain tata tertib Sangha, terdapat beberapa ceritera singkat tentang kehidupan dan pelayanan Sang Buddha dan seluk beluk dari tiga Pasamuan Agung, secara tidak langsung pula hal itu mengungkapkan keterangan yang berguna tentang sejarah kuno, kebiasaan orang India, ilmu sastra dan ilmu pengetahuan kuno.
Vinaya Pitaka ini terdiri dari 5 buku berikut;
Parajika Pali 
Vibhanga
Pelanggaran-pelanggaran berat
Pacittiya Pali
Pelanggaran-pelanggaran ringan
Mahavagga Pali
Khandaku
Bagian lebih besar
Cullavagga Pali
Bagian lebih ringan
Parivara Pali
Ringkasan Vinaya

Sutta Pitaka
Didalamnya memuat ceramah-ceramah Sang Buddha sebagai pelajaran utamanya teruntuk Sangha bahkan umat awam sekalipun dalam berbagai kesempatannya. Sebagian dari isi ceramahnya pun terdapat uraian dari para murid Sang Buddha seperti Ananda Thera, Yang Arya Sariputta dan Moggallana disampaikan setara dengan kata-kata Sang Buddha. Selain ceramah-ceramah, dalam Sutta Pitaka juga memuat ceritera untuk anak-anak dengan gaya penyampaian yang menarik.
Kemudian tak jauh beda dengan Vinaya Pitaka, kitab ini pun terbagi atas 5 bagian;
Digha Nikaya
 Kumpulan ceramah yang panjang
Majjhima Nikaya
Kumpulan ceramah yang sedang
Samyutta Nikaya
Kumpulan ujar yang setarap
Anguttara Nikaya
Kumpulan ujar yang setahap demi setahap
Khuddaka Nikaya
Kumpulan yang lebih kecil

Terakhir dalam khuddaka nikaya dibagi menjadi 15 buku;
Khuddaka Phata
Teks yang lebih pendek
Dhammapada
Jalan kebenaran
Udana
Lagu pujian kemenangan
Itivuttaka
Ceramah yang dikatakan
Sutta Nipata
Ceramah yang dikumpulkan
Vimana Vatthu
Ceritera tentang alam dewa
Peta Vathhu
Ceritera tentang peta
Theragatha
Kitab para bikkhu
Therigatha
Kitab para bikkhuni
Jataka
Ceritera kelahiran bodhisatta
Niddesa
Penjelasan terinci
Patisambhida
Buku pengetahuan analitik
Apadana
Kehidupan para arahat
Buddhavamsa
Riwayat Sang Buddha
Cariya Pitaka
Cara bertingkah laku

Abhidhamma Pitaka
Memuat filsafat Buddha

Read more

Sekte Tantrayana (Cen Yen Sung;Shingon Shyu)


Gambar ini diambil dari Buddha.Net 
Tantra Timur
I tsing pada abad ke-7 tiba di Nilanda, beliau berusaha untuk memahami aliran Tantra Mahayana ini. Kemudian pusat aliran ini dipindahkan ke India Timur (Bihar, Orissa, Bengal) sebagai pusatnya yakni di Universitas Vikramasila dari sekte Vajrayana, darisana dibawa oleh Padmasambhava ke Tibet. Yang kemudian berhubungan langsung dengan Lamaisme Tibet.
Vajrayana merupakan fase perkembangan terakhir dari Mahayana, sekte sebelumnya adalah Mantrayana. Seke Yogacara timbul pada abad ke-4 yang menitikberatkan meditasi dan disiplin, Mantrayana kemudian mengembangkan lebih lanjut dari Yogacara dengan menggunakan mantra dan doa-doa, penggabungan simbol mistik dan gaib. Tantra Buddhist mendapat pengaruh dari Brahmanisme yang banyak upacara dan ungkapan gaib didalam petunjuk dari Athava-Veda.
Pada abda IV M Simitra dari Kucha (Sinkiang) menterjemahkan sebuah kitab Tantrayana yang berisikan mantra-mantra, pengobatan serta doa-doa dan ilmu gaib, hal-hal demikian tidaklah mencerminkan nilai-nilai agung dari Tantrayana. Tantrayana yang murni baru dapat berkembang setelah datangnya 3 Guru besar dari India ke Tiongkok pada masa dinasti T’ang (abad VI-VII) 3 guru besar itu adalah;
·         Subhakarasinha/San Wu Wei (637-735 M), beliau adalah bekas raja dari Orissa India dan pernah belajar di Nalanda, kemudian pergi ke Kashmir dan pada tahun 716 M tiba di Chang an. Ia dan I Tsing menterjemahkan Maha Vairocana Sutra (Ta Re Ju Lai Cing) ke dalam bahasa Tiongkok pada tahun 725 M.
·         Vajrabodhi/Cin Kang Ce (663-723 M); beliau berasal dari India Selatan dan belajar di Nalanda; Ia mempelajari Vnaya, Madhyamika, Yogacara dan Vajrasekhara. Pada tahun 720 M ia menterjemahkan Vajrasekhara kedalam bahasa Tionghoa.
·         Amoghavajra/Pu Khung (705-884); beliau berasal dari India Utara dan menjadi siswa Vajrabodhi, pada waktu muda telah mahir tentang Tantrayana kemudian belajar lagi dengan Samanthabadra mengenai Vajra-sekharayoga dan Maha Vairocana Garbhakosa. Ia tiba di Chang an pada tahun 746 M.
Pada abad VIII seorang Bikkhu cendekiawan Jepang yang bernama Kobo Daishi (Khung Hai Ta She) menggarisbawahi kedudukan Tantra Buddhist sebagai berikut:
Tingkatan I : orang-orang awam yang hidupnya hanya menurut hawa nafsunya.
Tingakatan II : tingkatan manusia yang berusaha untuk hidup bermoral dan mengerti akan tatakrama kehidupan. Ini diwakili oleh kaum Konfusianis (Konghucu).
Tingakatan III : tingkatan manusia ke-dewa-an yang berusaha untuk mengumpulkan kesaktian-kesaktian. Ini diwakili oleh kaum Taois dari Tao Chiau dan sementara kaum Brahmin.
Tingkatan IV : tingkatan kaum Sravaka, yaitu siswa-siswi Hyang Buddha yang mendengarkan langsung ajaran-ajaran Buddha dan berusaha untuk mensucikan diri. Ini diwakili oleh Abhidharma-kosa.
Tingakatan V : tingakatan kaum Pratya Buddhayana yang hanya menikmati hasil-hasil kesucian tetapi tidak menghiraukan makhluk lain.
Tingkatan VI : golongan yang menganggap bahwa ekayana adalah hal yang nyata. Ini diwakili oleh kaum Tri-sastra (Madhyamika/San Lun Cung/Sanronsyu).
Tingkatan VII : golongan yang diwakili kaum Dharmalaksana/Yogacara/Vijnanavada.
Tingkatan VIII : Ekyana dari golongan Avatamsaka/Hua Yen Cung.
Tingkatan IX : ekyana dari kaum T’ien T’ai.
Tingakatan X : Vajrayan dari Tantrayana
(Prof.J.Takakusu dalam buku The Essential of Buddhist Philoshopy)
Aliran Tantrayana lebih memfokuskan pada doa-doa, upacara, dan simbol-simbol untuk memahami Buddha Dharma. Aliran Tantrayana disebut ajaran secara esoterik (rahasia, mistik, gaib) sedangkan aliran lain Buddhist disebut eksoterik (tidak ada rahasia atau ajaran secara terbuka).
Berikut bagan;
aliran esoterik (rahasia)
aliran eksoterik (terbuka)
Vidhi atau upacara ritual-
Tripitaka merupakan sumber dan
memainkan peranan penting.
dasar perjalanan
Pencapaian tingkat ke Buddhaan-
Pencapaian tingkat ke-buddhaan secara
dapat dalam sekejap.
berangsur-angsur
Tubuh Buddha yang sedang ber-
Tubuh spiritual (Dharma-Kaya) tidak
khotbah adalah tubuh spiritual
berwarna, tidak berbentuk dan tidak
dan mempunyai warna, bentuk,
bersuara.
dan suara.

Kata-katanya tersusun didalam :

Mahavairocana Sutra dan Vajra-

Sekhara.

Buddha selamanya berkhotbah, hanya

para awam yang tidak dapat mendegar

dan mengerti.

Harus ada perantara untuk dapat me-

ngerti badan, perkataan, dan pikiran

Hyang Buddha.

Perantara berasal dari bimbingan

dan kekuatan Hyang Buddha.



Bagi aliran Tantrayana atau esoterik, terdapat 3 macam upacara yaitu; mudra, dharani dan yoga. Salah satu ciri dari Tantrayana ialah Mandala—adalah gambaran suasana kosmos yang mempunyai titik pusat. Susunan gambar ini dipergunakan untuk alat bantu atau Yantra dalm melakukan meditasi dan sembahyang. Mandala susunannya rumit dan terperinci bisa dalam bentuk dua dimensi atau tiga dimensi atau dalam bentuk susunan candi. Mandala adalah juga gambar yang indah dan mempunyai arti mistik.
Ada 4 macam mandala;
ü  Maha mandala; tempat kediaman para Buddha dan para makhluk Agung
ü  Samaya mandala; tempat kediaman para buddha dan para makhluk agung lainnya dengan tambahan benda-benda lainnya yang ada didunia.
ü  Dharma mandala; bentuk bija aksara yaitu huruf atau kata-kata yang mewakili para dewata.
ü  Karma mandala; gambar dari figur-figur buatan, arca.
Keempat lambang mandala menggambarkan 3 arti misteri; badan, ucapan dan pikiran.
Abhiseka atau pembaptisan mempunyai arti dan memainkan peranan penting, tempat upacara haruslah disesuaikan dengan bentuk mandala.
Ada dua bentuk Tantra Timur;
-          Garbhakoshadhatu (T’ai Chang Cie) yang diwariskan oleh Subhakarasimbha dan I Tsing.
-          Vajradhatu (Cing Kang Ce) yang diwariskan oleh Vajrabhodi dan Amoghavajra.

Zhaxizhuoma.net
Tantra Barat di Tibet
Agama buddha di Tibet dikatakan telah mulai ada sekitar tahun 650 M, tapi kemajuan secara nyata baru dimulai satu abad kemudian. Agama Buddha di Tibet disebut juga Tantrayana Tibet atau Tantra Barat. Agama buddha di Tibet disebut juga Tantrayana Tibet atau Tantra Barat. Agama Buddha di Tibet dapat dibagi dalam 2 periode. Pertama abad ke 7-12 M. kemudian kedua abad ke 13-sekarang. Ketika pertama kali diperkenalkan ke Tibet, mendapatkan perlawanan yang gigih dari Shaman dan agama Bon sebagai agama pribumi, kemudian dapat dukungan dari para bangsawan. Guru Padmasambhava tiba di Tibet pada tahun 747 M, beliau ialah guru pertama yang membawa dan mengajarkan agama Buddha di Tibet pada Raja Srong-brtsan-Sgampo. Pada periode pertama Tantrayana sebagai pewaris dari agama Buddha Mahayana dan Vajrayana. Filsafat, doktrin, tradisi Mahayana, meditasi, upacara ritual, ikonograpi (ilmu tentang arca), kebaktian keagamaan (puja bhakti) sangat mempengaruhi corak agama Buddha Tantrayana.  
Pada abad ke 9 M di Tibet Barat di Lasha telah diperkokohnya ajaran Buddhisme dan menterjemahkan semua kitab-kitab suci Buddhist, penerjemah yang terkenal pada saat itu ialaha Rin-Chen bzang po (958-1055). Atisa tiba di Tibet tahun 1042 dan bersama Sakya-Sri mengunjungi Tibet dan menterjemahkan sutra dan doktrin dari bahasa sansekerta ke dalam bahasa Tibet.
Dalam kurun waktu itu, 4 sistem prinsip atau garis pemikiran terumus sebagai berikut;
       I.            Dari arah BaratTibet—lembah Swat, datang Tantra idealisme Padmasambhava yang tiba di Tibet tahun 747 M. mentalitasnya mempunyai kemantapan yang dipertimbangkan dengan unsur Bon-pa, dan dia besar dan sukses di Tibet. Padmasambhava dan Santarakshita pada pertengahan abad ke 7 M mendirikan sekte Ninma-pa (Nyingma-pa “sesuatu yang lama”) dan tetap berlangsung hingga saat ini. Sekte ini pun sering disebut-sebut sebagai sekte‘jubah merah’ dan ‘pemakai topi merah’. Dari sekte ini kemudian lahir sub sekte lainnya; a). Dorjetak-pa, b). Nandag-pa, c). Mindollin-pa, d). Kartok-pa, dan e). Lhatsun-pa.
    II.            Dari arah Selatan Tibet datang Synthesis Pala mengenai Mahayana, dibawa oleh beberapa tokoh cendekia dari universitas Magadha. Selalu berlandaskan pada Abhisamayalankara suatu naskah India abad ke-4 yang mengatur masalah ‘Prajnaparamita dalam 25000 sloka’ didalam banyak daftar yang pasti, membuatnya teks untuk mengingat sebagai langkah untuk bermeditasi dan pada waktu yang sama menginterpretasikannya dalam semangat Madhyamika dengan beberapa campuran dari tradisi yogacara yang lebih moderat.
 III.            Dari arah barat daya Tibet, Sarvastivadin juga datang mencoba untuk membangun suatu vihara, namun keadaan itu segera ditarik dikarenakan orang sekitar yang kurang memahen bzanghami pendalaman soal gaib.
 IV.            Pengaruh yang ke empat datang dari arah Timur. Banyak Bikkhu sekte Ch’an China muncul di Tibet dan mencoba untuk mengubah kitab suci disana. Mereka itu ada konflik dengan pandita dari India—yang dari Pala ortodok, kemudian dikalahkan alam konsili yang terkenal Sam-Yas tahun 793-794 M. namun dari kevakuman ini Ch’an mempunyai pengaruh di Tibet dikemudian hari.
Agama Buddha Tantra di Tibet (1000-1978 M)
Sekitar tahun 1000 merupakan kebangkitan dari agama buddha yang mengambil tempat di Tibet, diprakarsai oleh beberapa antusias yang tinggal di wilayah barat dan timur dari Tibet. Mereka segera membanun kembali hubungan dengan India dan Kashmir, dimana beberapa dari mereka yang sendiri-sendiri mengunjungi negeri-negeri tersebut, dan guru-guru India sesekali menghadiri undangan. Tokoh yang paling terkenal diantara revival (yang bangkit kembali) ialah Rin chen bzang-po (958-1055M) tidak hanya menonjol dibidang penerjemahan namun ia pun sebagai pembangun vihara di Tibet. Dari kepentingan itu juga datangnya Atisa pada 1042 M—Ia meninggalkan Vikramasila atas undangan raja Tibet Barat dan kemudian membangun Pala Mahayana (Universitas Pala Synthesis of Mahayana) juga di Tibet Tengah. Tahun 1076 M terlihat konsili besar di mTho-ling di Tibet Barat, dimana Lama dari seluruh bagian  Tibet bertemu—dan tahun ini dapat dianggap sebagai tanda pembentukkan akhir mengenai agama Buddha di Tibet. Pengabdian Atisa tidak dibatasi oleh pembentukan kembali mengenai agama Buddha di seluruh negeri. Ia juga menciptakan suatu sistem kronologi yang masih dipergunakan di Tibet dan yang menetapkan tiap tahun posisinya dalam suatu putaran dari 60 tahun—yang hasilnya menjadi gabungan 5 elemen; tanah, besi, air, kayu dan api dengan 12  hewan zodiac atau shio yakni; anjing, babi, tikus, kerbau, harimau, kelinci, naga, ular, kuda, kambing, monyet, dan ayam. Ini hanya salah satu karya literatur sejarahwan Buddha, kemudian atisa memberikan jewantahan yang isisnya ‘lampu menyinari jalan itu menuju penerangan’. Pada perihalnya ia membedakan latihan-latihan pada tiga tingkatan perkembangan spiritual, yakni;
Paling rendah ialah mereka yang  mencari kebahagiaan di dunia ini dan hanya mempertimbangkan kepentingan milik mereka,
Kedua ialah mereka yang juga bermaksud pada kepentingan mereka tetapi lebih cerdas dengan menjalani kehidupan suci danmencari untuk pembersihan,
Kemudian yang terakhir ialah mereka yang mempunyai hati keselamatan bagi semua. Hasil semua itu dari buku pedoman yang datang dari Tsong Kha-pa dalam kurun 300 tahun kemudian.
Tiga pencapaian besar yang merupakan pengahargaan dari Buddhism Tibet periode ini;
Pertama terdapat kodifikasi dari literatur kanon ‘dalam dua koleksi besar Kanjur (bka-‘gyur) untuk sutra pada abad ke-13 dan Tanjur (‘bstan-‘gyur) untuk sastra abad ke 14.
Kanjur pertama kali di cetak di Peking sekitar tahun 1411 M, kedua koleksinya dicetak di Tibet untuk pertamakalinya di sNarthang 1731 dan 1742 secara berturut-turut. Kanon tersebut sangat komprehensif, akurat, berwibawa, dan bentuk yang mudah diperoleh, antar abad ke-13 dan ke-18 telah mencapai kemajuan pada semua study Buddhist di Tibet. Kemudian banyak edisi lainnya menyusul.
Yang kedua, terdapat produksi dari literatur besar pribumi mengenai manual, ulasan, sub-ulasan dan sebagainya. Ada satu bidang yang lebih berperan yakni mengenai sejarah yang ditulis banyak dan sangat baik oleh Bu-Ston 1322 penulis sejarah India dan Tibet oleh Chos-‘byun.
Ketiga vihara Buddhist sudah menjalar dan berakar dalam kehidupan orang-orang Tibet. Dalam kurun waktu sekitar abad ke-15 murid Tsong-Khapa mulai menyesuaikan kebutuhan-kebutuhan organisasi sosial, doktrin Buddhist dsb.
description the Tibetan Canon

The Tibetan Canon which consists of two parts: (1) the bKángjur ("Translation of the Word of the Buddha"), pronounced Kanjur, and (2) the bStan-'gyur ("Translations of the Teachings") pronounced Tanjur. Because this latter collection contains works attributed to individuals other than the Buddha, it is considered only semi-canonical. The first printing of the Kanjur occurred not in Tibet, but in China (Beijing), being completed in 1411. The first Tibetan edition of the canon was at sNar-tang with the Kanjur appearing in 1731, followed by the Tanjur in 1742. Other famous editions of the canon were printed at Derge and Co-ne.
(a) bKángjur (Kanjur): Translation of the Word of the Buddha; 98 Volumes (according to the Narthang edition).
  1. Vinaya: 13 Volumes.
  2. Prajnaparamita: 21 Volumes.
  3. Avatamsaka: 6 Volumes.
  4. Ratnakuta: 6 Volumes.
  5. Sutra: 30 Volumes. 270 texts, 75% of which are Mahayana, 25% Hinayana (prominence and precedence being invariably given to Mahayana sutras).
  6. Tantra: 22 Volumes. Contains more than 300 texts.
The second, the Tanjur (bStan-'gyur) is a supplement to the former, or in other words, continuation of the tradition of the Kanjur. Among its contents are a collection of stories, the commentaries on the Tantra section of the Kanjur and the commentaries on the sutra section. There are also works relating to Abhidharma and Vinaya as well as Madhyamika and Vijnanavada. Works coming under the sutra section of the Tanjur are not necessarily commentaries on the texts contained in the Mdo-section of the Kanjur. They are believed to be authoritative works, some of which, however, are not even Buddhist in character. They deal with logic, grammar, lexicography, poetry and drama, medicine and chemistry, astrology and divination, painting and biographies of saints. Their inclusion in this part of the Tibetan Canon is perhaps justified on the acceptance of the position that they are necessary aids and accompaniments in the practice of the religion.
(b) bStan-'gyur (Tanjur): Translations of the Teachings 224 Volumes (3626 texts) according to the Beijing edition.
A. Sutras ("Hymns of Praise"): 1 Volume; 64 texts.
B. Commentaries on the Tantras: 86 Volumes; 3055 texts.
C. Commentaries on Sutras; 137 Volumes; 567 texts.
  1. Prajnaparamita Commentaries, 16 Volumes.
  2. Madhyamika Treatises, 29 Volumes.
  3. Yogacara Treatises, 29 Volumes.
  4. Abhidharma, 8 Volumes.
  5. Miscellaneous Texts, 4 Volumes.
  6. Vinaya Commentaries, 16 Volumes.
  7. Tales and Dramas, 4 Volumes.
  8. Technical Treatises, 43 Volumes.
http://www.buddhanet.net/e-learning/history/s_tibcanon.htm

Ikhtisar dari sekte-sekte Tantrayana (Tantra Barat) di Tibet;
1. Nying-ma-pa (Ninma-pa)
2. bKa-gDam-pa (Kadam-pa)
3. dGe-lugs-pa (Gelug-pa)
4. bKa-rgyud-pa (Kargyudpa)
5. Sa-skya-pa (Saskya-pa)
6. Shi-byed-pa 
7. Vinaya (Lu Chung; Ritsushyu)
8. Tri Sastra (San Lung Cund; San Ron Shyu; The Three Treatise School)



Read more